Halaman

Jumat, 20 April 2012

MENDORONG BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN SAINS (IPA)


MENDORONG BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN SAINS (IPA)
Oleh Mujakir, M.Pd.Si


PENDAHULUAN

Sains (IPA) sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal ini yang menyebabkan sains (IPA) menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi siswa. Padahal, sains (IPA) dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan menjadi salah satu pengukur (indikator) keberhasilan siswa dalam menempuh suatu jenjang pendidikan, serta menjadi materi ujian untuk seleksi penerimaan menjadi tenaga kerja bidang tertentu. Melihat kondisi ini berarti sains (IPA) tidak hanya digunakan sebagai acuan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetapi juga digunakan dalam mendukung karier seseorang. Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya trampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk sains (IPA). Mata pelajaran sains (IPA) perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik sains (IPA) di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan sains (IPA). Tetapi, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam sains (IPA) jarang tersentuh oleh pendidik. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Bagaimana upaya mendorong kemampuan berpikir kreatif dalam sains (IPA) itu? Salah satu pendekatan adalah dengan berorientasi pada konsep masalah pada suatu tugas atau situasi. Secara alami, seseorang apabila dihadapkan pada suatu masalah akan mulai berpikir dengan mencari alternatif-alternatif penyelesaiannya. Hal tersebut memang sifatnya individual. Suatu masalah bagi seseorang belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Oleh karena itu perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam memilih suatu pertanyaan atau soal sehingga menjadi suatu masalah yang menyebabkan seseorang atau siswa tertantang untuk menyelesaikannya. Suatu masalah bukan berarti suatu soal atau pertanyaan yang sulit dan hanya mampu dipecahkan oleh beberapa siswa yang cerdas atau berbakat dalam sains (IPA) saja, tetapi dipilih suatu pertanyaan yang tidak rutin (soal yang bukan baru saja diajarkan langkah-langkah penyelesaiannya), menantang, dan sebagian besar siswa mempunyai kapasitas memahami dan mempunyai cara-cara (strategi) tertentu untuk menyelesaikannya. Memberi tugas pemecahan masalah itu diyakini akan mendorong kemampuan berpikir siswa termasuk kemampuan berpikir kreatif. Apalagi jika masalah yang diberikan adalah masalah yang divergen tidak hanya pada cara tetapi juga pada jawaban yang tidak tunggal. Soal-soal yang rutin umumnya menuntut cara penyelesaian dan jawaban tunggal yang pasti (tepat), sedang non rutin memberi peluang perbedaan dalam cara maupun jawaban yang semuanya benar dan diterima secara logis. Upaya lain adalah dengan tugas pengajuan masalah. Pengajuan masalah intinya merupakan tugas kepada siswa untuk membuat atau merumuskan masalah sendiri yang kemudian dipecahkannya sendiri atau dipecahkan teman lainnya. Kegiatan pembelajaran sains (IPA) yang umum adalah siswa diberi masalah oleh guru (dari buku) dan diminta memecahkannya. Pengajuan masalah membalik prosedur itu dengan siswa membuat sendiri pertanyaan dan mencoba memecahkannya. Kegiatan ini mendorong siswa berpikir secara kreatif bagaimana suatu pertanyaan yang dapat dikerjakan ia sendiri atau teman lainnya dan mereka mencoba memahami suatu konsep atau materi yang telah dipelajarinya. Hasil penelitian penulis telah menunjukkan beberapa bukti bahwa pemecahan masalah maupun pengajuan masalah mendorong munculnya kemampuan berpikir kreatif dalam sains (IPA).

PEMBAHASAN
A. Berpikir Kreatif
Kreativitas bukanlah kata-kata mutiara yang eksklusif untuk sesuatu yang asing bagi manusia, kreativitas justru merupakan suatu sisi dari manusia yang menandai “manusianya” seorang manusia. Karena dengan kreativitas inilah maka manusia dapat berada pada kemajuan di berbagai bidang kehidupan seperti sekarang ini.
Hasil penelitian Hans Jellen dan Klaus Urban yang dilakukan pada tahun 1987 terhadap anak-anak Indonesia yasng berusia 10 tahuan ternyata dibandingkan dengan 8 negara lain, anak Indonesa menampilkan ekspresi kreatif yang paling rendah. (negara-negara sampel adalah : Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, Indonesia). Sudah barang tentu bahwa hasil penelitian ini tidak lantas membuat kita harus berkesimpulan bahwa Bangsa Indonesia memiliki kreativitas rendah, karena seperti yang terungkap dari pendapat Frans Boas” jika kita mencari orang paling cemerlang, maka orang seperti itu akan ditemukan pada setiap bangsa dan ras di dunia”. Artinya bukan Bangsa Indonesianya yang tidak kreatif melainkan seperti hasil penelitian Utami Munandar (1977), iklim lingkungan di Indonesia baik lingkungan keluarga maupun sekolah kurang menunjang tumbuh dan berkembangnya kemampuan kreatif itu. Seperti yang sering diungkapkan para pakar, setiap orang adalah kreatif walaupun tentu dengan tingkat yang berbeda atau dengan cara pengekspresian yang berbeda. Kalau kemudian kita terbentur pada persoalan bahwa ternyata ekspresi kreatif para siswa kita rata-rata rendah pertanyaan yang muncul adalah mengapa demikian?. Sebelum kita mencoba untuk menjawab pertanyaan itu, kita coba telusuri mengapa rendahnya kreativitas kita persoalkan? Alasannya antara lain adalah sebegai berikut :
Pertama, era globalisasi yang ditandai dengan cepatnya perubahan di berbagai bidang kehidupan memerlukan manusia-manusia yang dengan cepat mampu beradaptasi atau mereorientasi hidupnya sejalan dengan perubahan yang terjadi, ini memerlukan kreativitas.
Kedua, pembangunan yang sedang dilaksanakan di tanah air kita dalam berbagai bidang memerlukan manusia-manusia yang tangguh dan kreatif, karena selain kita harus menghadapi berbagai kamajuan yang telah dicapai oleh bangsa lain kitapun tentu berkeinginan untuk menjadi pionir dalam berbagai kemajuan yang mungkin diraih manusia di kemudian hari. Kreativitas merupakan modal mutlak yang harus dimiliki.
Ketiga, program “Pengentasan kemiskinan” yang kini keras berdengung, tentu bukan dipecahkan dengan hanya sekedar memberi pekerjaan atau tunjangan sosial melainkan bagaimana “Sumber daya manusia” yang ada berusaha dibina untuk secara mandiri memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Kembali di sini kreativitas menjadi faktor kunci agar masyarakat tidak hanya menyerah kepada keadaan tapi berusaha memodifikasi keadaan yang tidak menguntungkan menjadi modal dasar yang menguntungkan. Contoh kasus misalnya, mak Eroh “Si pahlawan lingkungan hidup” dari Jawa Barat, beliau telah berjasa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan menjadi hal yang menguntungkan. Kreatif dan tidak menyerah kepada keadaan. Islam menyatakan “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum (masyarakat) tanpa upaya masyarakat itu sendiri untuk merubahnya” (Al-Quran). Kita tentu tidak ingin memiliki si miskin yang hanya merenungi nasibnya tapi kita membutuhkan si miskin yang terus berupaya merubah nasibnya, toh kata pepatah pun “The difference between the possible and the impossible is only the will of man”.
Keempat, dalam kaitan dengan perkembangan sains dan teknologi yang demikian cepat, tanpa kreativitas yang memadai maka sains dan teknologi yang berkembang itu hanya akan menjadi tontonan mengasyikkan yang akan terus berlalu satu demi satu tanpa bisa turut mewarnai pesatnya perkembangan IPTEK itu atau bahkan untuk mengambil manfaatnya sekalipun. Penick menegaskan : “Only creative individuals will be able to optimally use science and the ideas of science in resolving societal problems”. Dan karena “Creativity is the essence of science” maka kreativitas merupakan modal dasar utama jika memiliki keinginan untuk turut berkiprah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Utami Munandar (1987) mengemukakan pula alasan mengapa kreativitas pada diri siswa perlu dikembangkan: (a) dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya (self actualization), dan ini merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mewujudkannya. (b) Sekalipun setiap orang memandang bahwa kreativitas itu perlu dikembangkan, namun perhatian terhadap pengembangan kreativitas itu belum memadai khususnya dalam pendidikan formal. (c) bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi juga memberikan kepuasan tersendiri. (d) kreativitas lah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal ini kita menyadari bagaimana para pendahulu kita yang kreatif telah banyak menolong manusia dalam memecahkan berbagai permasalahan yang menghimpit manusia.
GBHN (Tap.II/MPR/1993) menggarisbawahi pentingnya pengembangan kreativitas, sehingga merekomendasikan kepada dunia pendidikan agar mengembangkan pengajaran yang memberikan atau menyediakan iklim untuk berkembangnya kreativitas itu. Ini menggambarkan betapa bangsa Indonesia pun telah sepakat betapa perlunya kemampuan kreatif itu dikembangkan.
Walaupun mungkin dengan alasan yang berbeda-beda, tampaknya semua orang akan sepakat bahwa kreativitas itu perlu dikembangkan, bukan saja dalam konteks kependidikan, tapi juga dalam bidang kehidupan lainnya.

1. Kreativitas dan Ciri-Ciri Kreatif
Kreativitas merupakah salah satu aspek dari tolak ukur potensi kualitas sumber daya manusia, kreativitas menempati urutan yang sederajad dengan potensi sumber daya manusia lainnya seperti kecerdasan, kepribadian dan keuletan. Kreativitas sebagai suatu potensi, perkembangannya tidak terlepas dari aspek psikologi dan sosial. Aspek psiologi yang melekat pada kreativitas juga berkaitan dengan pola pikir, sikap maupun mental.
Kreativitas sebagai kemampuan pola pikir, tanpa penyikapan hanya merupakan ide belaka, begitu pula kreativitas sebagai suatu sikap tanpa tindakan nyata juga merupakan idealisme saja. Setiap orang pada dasarnya mempunyai bakat kreatif. Hal ini bisa terlihat jika bakat kreatif yang dimiliki tidak terpupuk, maka akan terhambat atau tidak terwujud. Sampai saat ini kreativitas tertuju pada produk dari hasil pemikiran atau perilaku manusia, tetapi kreativitas dapat pula dilihat sebagai suatu proses, hal inilah yang perlu diusahakan. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam PP no. 19 tahun 2005 bab IV pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa; ”proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Wool Folk (1984: 144) mengatakan bahwa: “At the heart of the concept of creativity we find the nation of newness. Creativity result not in imitation, but in a new, original, independen, and imaginative way of thingking about or doing so- mething. Although we freguently associate the arts with the word “creative,” any subject can be approachhed in a creative manmer”.

Pada dasarnya, konsep kreatif adalah ditemukannya sesuatu yang baru, bukan tiruan, orisinil, bebas, dan menampakkan suatu jalan yang imaginatif mengenai proses berpikir serta untuk mengerjakan sesuatu menjadi kreatif.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru harus kreatif agar mempermudah peserta didik memahami materi yang dipelajari. Faktor utama yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan ide-ide dalam menyusun perangkat pembelajaran, merancang media pembelajaran dan menggunakan metode. Mengembangkan media dan metode pembelajaran tentu membutuhkan pengalaman, keterampilan, keahlian, kemahiran, telaten dan rasa motivasi, sehingga dapat menghasilkan sebuah karya atau kreativitas dalam membangun motivasi belajar peserta didik. Hal ini menjelaskan bahwa hakikat kreativitas adalah pernyataan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan lebih baik. Kreativitas juga melibatkan seseorang dalam penemuan cara-cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal.
Definisi kreativitas menurut Supriyadi (1994: 8-9) dibedakan ke dalam definisi konsensual dan definisi konseptual. Definisi konsensual menekan segi produk kreatif yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Menurut definisi konsensual, kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respons yang dinilai kreatif oleh pengamat yang ahli. Definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang kreativitas yang dijabarkan kedalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif. Meskipun tetap menekankan segi produk definisi ini tidak mengandalkan pada konsensus penagamat dalam menilai kreativitas, melainkan didasarkan pada kriteria tertentu secara konseptual. Suatu produk dinilai kreatif bila: (a) produk tersebut bersifat baru, unik, berguna benar atau bernilai dilihat dari segi kebutuhan tertentu, (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.
Menurut Devi Ari Mariani (2008: 7), kreativitas dapat didefinisikan dalam beranekaragam pernyataan tergantung siapa dan bagaimana menyorotinya. Istilah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat.
http://deviarimariani.wordpress.com/2008/06/12/bermain-da-kreativitas-anak-usia-dini/

Menurut Colin Martindale (1999: 137), creativity is a rare trait. This is presumably because it requires the simultaneous of a number of traits (e.g. intelegence, perseverance, unconventionality, the ability to think in a particular manner). Kreativitas adalah suatu sifat yang unik pada diri seseorang. Sifat ini melibatkan intelegensi, keuletan, tidak menyerah, dan kemampuan berpikir spesifik (partikular).
Conny Semiawan (1992: 67) mengemukakan bahwa kreativitas akan berkembang dalam memberikan kebebasan untuk menyelidiki. Hal ini akan memberikan petunjuk kepada seorang guru untuk melahirkan ide-ide dari berbagai penyelidikan dan pengalaman dalam membelajarkan peserta didik. Bloomberg, (1973 : 27) juga menyatakan;
“Creativity has been viewed as a normally distributed trait, an aptitude trait, an intrapsychic process, and as a style of life. It has been described as that which is seen in all children, but few adults. It has been decribed as that which leads to innovation in science, performance in fine arts, or new thoughts. Creativity has been described as related to, or equitable with, intelligence, productivity, positif mental health, and originality”.

Kreativitas juga dapat dipandang sebagai suatu proses pemikiran berbagai gagasan dalam menghadapi suatu masalah, sehingga kreativitas merupakan suatu proses yang melibatkan pengorganisasian pengalaman sedemikian rupa dalam menghasilkan gagasan baru yang sebelumnya tidak dipikirkan oleh yang bersangkutan. Dalam hal ini, konsep tentang kreativitas lebih mengacu pada proses berpikir seseorang untuk menemukan jawaban atas suatu masalah dengan menggunakan cara-cara baru, hubungan baru antara unsur yang ada.
Torrance, E. Paul (1987: 15) mengatakan bahwa “Creativity in education is the process of producing something new, innovative and unique in the area of education. Education is a very broad term which includes everything from professional educational training to classroom teaching, to parent teacher relations, and more. Creativity in education can be accomplished by educational professionals, teachers, and students alike.
http://www.helium.com/items/1137459waystodefine-creativity-in-education/

Kreativitas dalam pendidikan adalah proses produksi sesuatu yang baru, unik dan inovatif di bidang pendidikan. Pendidikan adalah istilah yang sangat luas yang mencakup pendidikan mulai dari pelatihan profesional untuk mengajar di dalam kelas, hubungan guru ke orang tua, dan sebagainya. Kreativitas dalam pendidikan dapat dicapai oleh guru, dan peserta didik secara bersama-sama.
Dari definisi tersebut, pada dasarnya terdapat kesamaan penekanan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, termasuk karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang menghasilkan sesuatu berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa ciri-ciri kreativitas adalah sebagai berikut:
a) Gagasan baru
b) Gagasan asli (tidak meniru)
c) Gagasan yang merupakan hasil kombinasi ide yang sudah ada
d) Berbeda dengan yang pernah ada/sudah ada
e) Unik, dan
f) Dapat diterapkan untuk memecahkan masalah, memperlancar/ memudahkan pekerjaan atau dapat mendatangkan hasil lebih baik.
Dengan demikian kreativitas guru dapat diartikan kreativitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran muncul ide-ide baru yang asli dari guru atau bentuk kombinasi dari ideide yang sudah ada, yang berbeda dengan yang pernah ada, unik dan berguna untuk memecahkan berbagai maslah dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Nursisto (1999: 34) juga menyarankan beberapa bekal yang dapat dipergunakan sebagai penempa diri bagi guru, agar dapat menjadi idola bagi anak didik dalam upaya memacu kreativitas, antara lain:
1. Aktif membaca
2. Giat melakukan telaah
3. Gemar berapresiasi
4. Mencintai nilai seni
5. Respektif terhadap perkembangan
6. Menghasilkan sejumlah karya
7. Dapat memberikan contah dari hal-hal yang dituntut oleh peserta didik.
Menurut Supriyadi (1994: 23) ada lima pendekatan untuk menilai kreativitas
a) Pendekatan analisis objektif terhadap produk kreatif. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menilai secara langsung kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang dapat diobservasi wujud fisiknya.
b) Pendekatan pertimbangan subjektif. Dasar epistimologi dari prosedur ini ialah bahwa objektivitas sesungguhnya adalah intersujektivitas, artinya ialah meskipun prosedurnya subjektif, hasilnya menggambarkan objektivitas, karena sesunguhnya subjektivitas adalah dasar bagi objektivitas. Selanjutnya, dikatakan bahwa untuk studi yang jumlah subyeknya terbatas dapat digunakan kesepakatan umum. Pendekatan ini memiliki kelebihan, yaitu praktis penggunaannya, dapat diterapkan pada berbagai bidang kegiatan kreatif, dapat menjaring orang-orang atau produk-produk yang sesuai dengan criteria kreativitas yang ditentukan oleh pengukur.
c) Pendekatan invetori kepribadian. Pendekatanini digunakan untuk mengetahui kecenderungan kepribadian kreatif seseorang atau korelat-korelat kepribadian yang berhubungan dengan kreativitas.
d) Pendekatan invetori biografis. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkap berbagai aspek kehidupan orang-orang kreatif
e) Tes kreativitas. Pendekatan ini digunakan untuk mengidentivikasi orang-orang kreatif yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam berpikir kreatif.
Dari kelima pendekatan tersebut, hanya ada dua pendekatan yang cocok untuk penelitian ini, yaitu pendekatan analisis obyektif terhadap produk kreatif dan pendekatan pertimbangan subyektif.
2. Kreativitas dan Ciri-Ciri Kreatif
Kreativitas merupakah salah satu aspek dari tolak ukur potensi kualitas sumber daya manusia, kreativitas menempati urutan yang sederajad dengan potensi sumber daya manusia lainnya seperti kecerdasan, kepribadian dan keuletan. Kreativitas sebagai suatu potensi, perkembangannya tidak terlepas dari aspek psikologi dan sosial. Aspek psiologi yang melekat pada kreativitas juga berkaitan dengan pola pikir, sikap maupun mental.
Kreativitas sebagai kemampuan pola pikir, tanpa penyikapan hanya merupakan ide belaka, begitu pula kreativitas sebagai suatu sikap tanpa tindakan nyata juga merupakan idealisme saja. Setiap orang pada dasarnya mempunyai bakat kreatif. Hal ini bisa terlihat jika bakat kreatif yang dimiliki tidak terpupuk, maka akan terhambat atau tidak terwujud. Sampai saat ini kreativitas tertuju pada produk dari hasil pemikiran atau perilaku manusia, tetapi kreativitas dapat pula dilihat sebagai suatu proses, hal inilah yang perlu diusahakan. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam PP no. 19 tahun 2005 bab IV pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa; ”proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Wool Folk (1984: 144) mengatakan bahwa: “At the heart of the concept of creativity we find the nation of newness. Creativity result not in imitation, but in a new, original, independen, and imaginative way of thingking about or doing so- mething. Although we freguently associate the arts with the word “creative,” any subject can be approachhed in a creative manmer”.

Pada dasarnya, konsep kreatif adalah ditemukannya sesuatu yang baru, bukan tiruan, orisinil, bebas, dan menampakkan suatu jalan yang imaginatif mengenai proses berpikir serta untuk mengerjakan sesuatu menjadi kreatif.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru harus kreatif agar mempermudah peserta didik memahami materi yang dipelajari. Faktor utama yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan ide-ide dalam menyusun perangkat pembelajaran, merancang media pembelajaran dan menggunakan metode. Mengembangkan media dan metode pembelajaran tentu membutuhkan pengalaman, keterampilan, keahlian, kemahiran, telaten dan rasa motivasi, sehingga dapat menghasilkan sebuah karya atau kreativitas dalam membangun motivasi belajar peserta didik. Hal ini menjelaskan bahwa hakikat kreativitas adalah pernyataan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan lebih baik. Kreativitas juga melibatkan seseorang dalam penemuan cara-cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal.
Definisi kreativitas menurut Supriyadi (1994: 8-9) dibedakan ke dalam definisi konsensual dan definisi konseptual. Definisi konsensual menekan segi produk kreatif yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Menurut definisi konsensual, kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respons yang dinilai kreatif oleh pengamat yang ahli. Definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang kreativitas yang dijabarkan kedalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif. Meskipun tetap menekankan segi produk definisi ini tidak mengandalkan pada konsensus penagamat dalam menilai kreativitas, melainkan didasarkan pada kriteria tertentu secara konseptual. Suatu produk dinilai kreatif bila: (a) produk tersebut bersifat baru, unik, berguna benar atau bernilai dilihat dari segi kebutuhan tertentu, (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.
Menurut Devi Ari Mariani (2008: 7), kreativitas dapat didefinisikan dalam beranekaragam pernyataan tergantung siapa dan bagaimana menyorotinya. Istilah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat.
http://deviarimariani.wordpress.com/2008/06/12/bermain-da-kreativitas-anak-usia-dini/

Menurut Colin Martindale (1999: 137), creativity is a rare trait. This is presumably because it requires the simultaneous of a number of traits (e.g. intelegence, perseverance, unconventionality, the ability to think in a particular manner). Kreativitas adalah suatu sifat yang unik pada diri seseorang. Sifat ini melibatkan intelegensi, keuletan, tidak menyerah, dan kemampuan berpikir spesifik (partikular).
Conny Semiawan (1992: 67) mengemukakan bahwa kreativitas akan berkembang dalam memberikan kebebasan untuk menyelidiki. Hal ini akan memberikan petunjuk kepada seorang guru untuk melahirkan ide-ide dari berbagai penyelidikan dan pengalaman dalam membelajarkan peserta didik. Bloomberg, (1973 : 27) juga menyatakan;
“Creativity has been viewed as a normally distributed trait, an aptitude trait, an intrapsychic process, and as a style of life. It has been described as that which is seen in all children, but few adults. It has been decribed as that which leads to innovation in science, performance in fine arts, or new thoughts. Creativity has been described as related to, or equitable with, intelligence, productivity, positif mental health, and originality”.

Kreativitas juga dapat dipandang sebagai suatu proses pemikiran berbagai gagasan dalam menghadapi suatu masalah, sehingga kreativitas merupakan suatu proses yang melibatkan pengorganisasian pengalaman sedemikian rupa dalam menghasilkan gagasan baru yang sebelumnya tidak dipikirkan oleh yang bersangkutan. Dalam hal ini, konsep tentang kreativitas lebih mengacu pada proses berpikir seseorang untuk menemukan jawaban atas suatu masalah dengan menggunakan cara-cara baru, hubungan baru antara unsur yang ada.
Torrance, E. Paul (1987: 15) mengatakan bahwa “Creativity in education is the process of producing something new, innovative and unique in the area of education. Education is a very broad term which includes everything from professional educational training to classroom teaching, to parent teacher relations, and more. Creativity in education can be accomplished by educational professionals, teachers, and students alike.
http://www.helium.com/items/1137459waystodefine-creativity-in-education/

Kreativitas dalam pendidikan adalah proses produksi sesuatu yang baru, unik dan inovatif di bidang pendidikan. Pendidikan adalah istilah yang sangat luas yang mencakup pendidikan mulai dari pelatihan profesional untuk mengajar di dalam kelas, hubungan guru ke orang tua, dan sebagainya. Kreativitas dalam pendidikan dapat dicapai oleh guru, dan peserta didik secara bersama-sama.
Dari definisi tersebut, pada dasarnya terdapat kesamaan penekanan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, termasuk karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang menghasilkan sesuatu berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa ciri-ciri kreativitas adalah sebagai berikut:
a) Gagasan baru
b) Gagasan asli (tidak meniru)
c) Gagasan yang merupakan hasil kombinasi ide yang sudah ada
d) Berbeda dengan yang pernah ada/sudah ada
e) Unik, dan
f) Dapat diterapkan untuk memecahkan masalah, memperlancar/ memudahkan pekerjaan atau dapat mendatangkan hasil lebih baik.
Dengan demikian kreativitas guru dapat diartikan kreativitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran muncul ide-ide baru yang asli dari guru atau bentuk kombinasi dari ideide yang sudah ada, yang berbeda dengan yang pernah ada, unik dan berguna untuk memecahkan berbagai maslah dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Nursisto (1999: 34) juga menyarankan beberapa bekal yang dapat dipergunakan sebagai penempa diri bagi guru, agar dapat menjadi idola bagi anak didik dalam upaya memacu kreativitas, antara lain:
1. Aktif membaca
2. Giat melakukan telaah
3. Gemar berapresiasi
4. Mencintai nilai seni
5. Respektif terhadap perkembangan
6. Menghasilkan sejumlah karya
7. Dapat memberikan contah dari hal-hal yang dituntut oleh peserta didik.
Menurut Supriyadi (1994: 23) ada lima pendekatan untuk menilai kreativitas
a) Pendekatan analisis objektif terhadap produk kreatif. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menilai secara langsung kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang dapat diobservasi wujud fisiknya.
b) Pendekatan pertimbangan subjektif. Dasar epistimologi dari prosedur ini ialah bahwa objektivitas sesungguhnya adalah intersujektivitas, artinya ialah meskipun prosedurnya subjektif, hasilnya menggambarkan objektivitas, karena sesunguhnya subjektivitas adalah dasar bagi objektivitas. Selanjutnya, dikatakan bahwa untuk studi yang jumlah subyeknya terbatas dapat digunakan kesepakatan umum. Pendekatan ini memiliki kelebihan, yaitu praktis penggunaannya, dapat diterapkan pada berbagai bidang kegiatan kreatif, dapat menjaring orang-orang atau produk-produk yang sesuai dengan criteria kreativitas yang ditentukan oleh pengukur.
c) Pendekatan invetori kepribadian. Pendekatanini digunakan untuk mengetahui kecenderungan kepribadian kreatif seseorang atau korelat-korelat kepribadian yang berhubungan dengan kreativitas.
d) Pendekatan invetori biografis. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkap berbagai aspek kehidupan orang-orang kreatif
e) Tes kreativitas. Pendekatan ini digunakan untuk mengidentivikasi orang-orang kreatif yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam berpikir kreatif.
Dari kelima pendekatan tersebut, hanya ada dua pendekatan yang cocok untuk penelitian ini, yaitu pendekatan analisis obyektif terhadap produk kreatif dan pendekatan pertimbangan subyektif.

Utami Munandar (1987:48) merumuskan dalam bahasa yang akrab dengan kita, bahwa “Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban”.
Jenis berpikir yang oleh Guilford dinamai berpikir divergen (divergent thinking) ini tampaknya setali tiga uang dengan jenis berpikir yang oleh De Bono diberi nama “Lateral thinking” (Berpikir Lateral). Berpikir lateral atau berpikir menyamping, diberi nama demikian oleh De Bono untuk mengisyaratkan keragaman kemungkinan jawaban terhadap permasalahan, sebagai kontradiksi dengan penalaran ilmiah yang oleh De Bono disebut sebagai berpikir vertikal.
Adapun ciri-ciri berpikir lateral yang membedakannya dengan berpikir ilmiah, antara lain:
1. Berpikir vertikal lebih menekankan pada kebenaran (right), sedangkan lateral menekankan pada kekayaan ragam.
2. Dalam berpikir vertikal orang bergerak ke arah yang didefinisikan untuk sampai pada pemecahan masalah, sedangkan lateral bergerak untuk menghasilkan arah.
3. Berpikir vertikal bersifat analisis sedangkan lateral bersifat provokatif.
4. Dalam berpikir vertikal orang melangkah selangkah demi selangkah secara berurutan, sedangkan lateral dapat membuat lompatan dalam berpikir.
5. Dalam berpikir vertikal orang harus benar pada setiap langkah sedangkan dalam lateral tidak perlu.
6. Dalam berpikir vertikal orang mengikuti jalan yang paling mungkin sedangkan dalam lateral orang menjajagi jalan yang paling tidak mungkin.
7. Dengan berpikir vertikal orang berkonsentrasi dan mengesampingkan apa yang tidak relevan sedang kan dalam lateral orang menyambut baik terobosan yang kebetulan.
8. Dengan berpikir vertikal kategori, klasifikasi dan label bersifattetap, sedangkan dalam lateral tidak.
9. Berpikir vertikal nmerupakan proses terbatas sedangkan lateral merupakan proses yang serba mungkin.
10. Berpikir vertikal dan berpikir lateral memang secara fundamental berbeda, hal itu tidak berarti bahwa kita harus memilih salah satu kemudian mengesampingkan yang lain, namun hendaknya dipandang bahwa satu sama lain saling melengkapi. keduanya perlu dilatihkan , agar selain memiliki kemampuan penalaran ilmiah yang baik, kitapun kreatif.

Sebagai kemampuan berpikir , Guilford mengemukakan bahwa kreatifitas ditandai dengan adanya: Kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration). Kelancaran dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mengemukakan banyak gagasan pemecahan terhadap suatu masalah; Keluwesan didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat transformasi informasi, menafsirkan ulang (reinterprate), membuat definisi lain (redifine); kealsian diartikan sebagai kemampuan untuk membuat gagasan yang alain dari yang lain (unique); sedangklan elaborasi adalah kemampuan untuk memerinci, mengambangkan gagasan dan membuat implikasi dari informasi-infornasi yang tersedia.

Tahap-tahap Proses Kreatif. Istirahat dulu….
Bertrand Russel (Gilhooly, 1982) menyatakan bahwa proses berpikir, termasuk berpikir kreatif, lebih bersifat bersifat instinktif, sama halnya dengan proses pencernaan. Dia menggambarkan bagaimana dia berhadapan dengan persoalannya kemudian mencari informasi yang relevan kemudian dia tinggalkan untuk mengurus persoalan lain, lalu sejalan dengan bergulirnya waktu dan keberuntungan dia menemukan jawaban persoalnnya. Russel seolah memandang proses kreatif berjalan tanpa langkah yang jelas, seolah datang secara tiba-tiba, secara otomatis. Tidak sedikir para pemikir yang kurang lebih berpandangan sama dengan pandangan Russel di atas. Namun tentu saja orang tak akan pernah berhenti untuk mencari dan mencari keteraturan atau pola-pola yang mungkin dilalui seseorang dalam proses berpikir kreatif. Ini, dengan harapan bahwa di kemudian hari keterampilan berpikir kreatif dapat dikembangkan secara rasional tanpa menunggu datangnya anugerah untuk munculnya manusia-manusia kreatif. Graham Wallas setelah melihat pengalaman Henry Poincare dalam menemukan persamaan Fuchsian atau Kekule dalam proses menemukan struktur molekul benzena atau para pemikir lain, juga atasar pengalaman dirinya sendiri melihat adanya pola teratur yang terjadi pada seseorang manakala dia melakukan pemikiran-pemikiran kreatif. wallas mengungkapkan gagasan dalam buku “ The art of Though” bahwa proses pemecahan masalah (berpikir) kreatif melalui empat langkah pokok, yakni: tahap persiapan (preparation), tahap inkubasi (incubation), tahap illuminasi (illumination, dan tahap verifikasi (verification). (Gilhooly,1982:129; Rotherberg & Hausman,1978:69-73). Pada tahap persiapan berjalan proses pengenalan permasalahan, berusaha mengumpulkan informasi-informasi yang relevan, berusaha menampilkan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Dalam istilah Wallas: “The problem was investigated ... in all direction” (Rotherberg & Hausman,1978:70). Torrance (Penick, 1988:9) mengungkapkan bahwa tahap persiapan ini “... involves sensing a defisiency or need, some random exploration, and a clarifying of the problem.” Tahap kedua yaitu inkubasi, terjadi pada saat orang yang sedang berpikir itu berusaha memecahkan masalah dengan keras kemudian menekan persoalan ke alam bawah sadarnya. Tahap ini berlangsung seolah orang ingin melepaskan diri dari persoalan yang digelutinya dan pada tahap ini seperti yang digambarkan oleh Poincare dan ahlilainnya, alam bawah sadar lah yang bekerja. Gilhooly (1982:130) menegaskan “ No conscious work is done on the problem during this stage”. Selanjutnya Wallas mengemukakan bahwa langkah ini bisa efektif atau tidak akan tergantung pada aktivitas penyelang yang dilakukan, misalnya kerja ringan , yang dipadu dengan pengistirahatan proses mental (berpikir) akan turut menunjang pemecahan masalah. Sedangkan kebiasaan untuk mengisi waktu senggang dengan membaca pada saat tengah berhadapan dengan masalah termasuk proses yang mengganggu. (Gilhooly,1982:130).
Tahap illuminasi ditandai dengan munculnya apa yang oleh Helmholtz diistilahklan sebagai “Happy though” atau istilah lain “Happy idea” . Tahap inipun seringkali disebut tahap munculnya “Insight” atau mungkin kita mengenalnya dengan istilah munculnya inspirasi. Pada tahap ini gagasan-gagasan muncul yang terkadang bukan berupa pemecahan yang sempurna dari persoalan yang dihadapi, tetapi mungkin hanya berupa gagasan-gagasan kunci yang memberi arah kepada pemecahan permasalahan. Tahap iluminasi ini merupakan buah dari kerja yang dilakukan pada tahap persiapan, karena secara logis jawaban yang muncul pada tahap inspirasi adalah jawaban terhadap pernmasalahan yang dicoba diakrabi pada tahap persiapan. Inspirasi mucul tanpa pendahuluan tapi merupakan buah dari kerja keras yang kadang memakan waktu tidak sedikit. Eddison mengemukakan : “No inspiration without perspiration” (Gilhooly,1982:129). Dengan kata lain inspirasi tentang suatu hal tidak akan muncul kepada orang yang memang tidak berpikir tentang hal tersebut atau minimal berpikir tenteng hal-hal yang berhubungan, sekalipun memang inspirasi dapat muncul pada saat-saat kita tengah mengerjakan pekerjaan lain. Atau kita tengah lupa dengan persoalan yang kita geluti. Sebagai contoh misalnya Helmholtz mendapatkan ide pemecahan permasalahan secara aneh ketika dia sedang mengerjakan pekerjaan lain, atau misalnya Kekule yang menemukan ide tentang struktur kimia Benzena terlintas pada sebuah mimpinya.(Fontana, 1981:139).
Tahap keempat, yakni tahap verifikasi merupakan tahap akhir dari sebuah proses kreatif. Pada tahap ini inspirasi yang jkuncul dikembangkan dan diuji secara kritis dengan uji laboratorium misalnya, atau menghadapkan dengan realita. Tahap-tahap bawah sadar yang menandai tahap inkubasi dan iluminasi kemiudian berganti dengan tahap sadar pada tahap verifikasi ini, kajian kritis rasional merupakan ciri pokok tahap ini dan pemikiran-pemikiran divergen diperas untuk masuk pada pemikiran konvergen, hungga yang muncul kemudian adalah ide kreatif terbaik yang telah teruji secara rasional. Masih ada pemikir lain yang mengungkapan tahap-tahap berpikir kreatif ini, namun selain gagasan kuncinya hampir senada dengan apa yang dikemukakan oleh Wallas ini juga pendapat Wallas lah yang saat ini dianut oleh banyak orang.

Ada bebrapa strategi yang perlu dikembangkan untuk mendorong berpikir kreatif dalam pembelajaran Sains (IPA).
1. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir
siswa. Materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, tetapi siswa
dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasi melalui proses
dialogis yang terus-menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Strategi ini
adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir
siswa melalui telaah fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan
masalah.

Perbedaan pokok antara Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
dengan pembelajaran yang selama ini banyak dilakukan guru, antara lain:

1.SPPKB menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif
dalam proses belajar dengan cara menggali pengalaman sendiri; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan
sebagai penerima informasi secara pasif.

2.SPPKB mengaitkan pembelajaran dalam kehidupan nyata melalui pengalaman siswa;
dalam pembelajaran konvensional bersifat teoritis dan abstrak.

3.SPPKB membangun perilaku atas kesadaran diri, dalam pembelajaran konvensional
perilaku dibangun atas proses kebiasaan.

4.Dalam SPPKB, kemampuaan didasarkan atas penggalian pengalaman; dalam
pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.

5.Tujuan akhir proses pembelajaran SPPKB adalah kemampuan berpikir yang
menghubungkan pengalaman dengan kenyatan; dalam proses pembelajaran
konvensional tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran.

6.SPPKB membangun perilaku atas kesadaran diri sendiri, misalnya siswa tidak
melakukan suatu tindakan karena ia sadar bahwa perilaku itu merugikan dan tidak
bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku siswa didasarkan
faktor dari luar dirinya, misalnya siswa tidak melakukan sesuatu disebabkan
takut hukuman.

7.Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki siswa selalu berkembang sesuai
pengalamannya, oleh sebab itu setiap siswa bisa berbeda dalam memaknai
pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak
mungkin terjadi, kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh
karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

8.Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan berpikir siswa, maka
kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar; dalam
pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes.

2. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Strategi Pembelajaran Kooperatif adalah suatu proses pembelajaran
kelompok dimana setiap anggota kelompok akan bekerjasama untuk mencapai tujuan
yaitu penguasaan bahan pembelajaran disertai unsur kerjasama.
Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif
1.Siswa tidak tergantung pada guru, sehingga menambah kepercayaan kemampuan
berpikir sendiri, menenemukan berbagai informasi dari berbagi sumber, dan
belajar dari siswa yang lain.
2.Berkembang kemampuan mengungkapkan ide dan menerima ide orang lain, serta
menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
3.Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4.Membantu siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.
5.Merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi
akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri,
hubungan interpersonal yang positif, mengembangkan keterampilan me-manage
waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
6.Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (riil).
7.Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Keterbatasan Strategi Pembelajaran Kooperatif
1.Untuk siswa yang memiliki kelebihan, siswa akan merasa terhambat oleh siswa
yang memiliki kemampuan kurang, sehingga mengganggu iklim kerjasama dalam
kelompok.
2.Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kelompok. Namun guru perlu
menyadari bahwa hasil yang diharapkan adalah prestasi setiap siswa.
3.Keberhasilan dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan
periode waktu yang cukup panjang. Hal ini tidak mungkin tercapai dengan
sekali-sekali menerapan strategi ini.
4.Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk
siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan
kepada kemampuan individual. Oleh karena itu selain siswa belajar bekerjasama,
siswa juga belajar membangun kepercayaan diri.
3. Strategi Pembelajaran Konstektual (CTL)
Strategi Pembelajaran Konstektual adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menentukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Perbedaan Strategi Pembelajaran Konstektual dengan pembelajaran konvensional:
1.CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif
dalam proses belajar dengan cara menggali pengalaman sendiri; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan
sebagai penerima informasi secara pasif.
2.Dalam CTL siswa belajar melalui kelompok; dalam pembelajaran konvensional
siswa belajar secara individu dengan menerima, mencatat dan menghafal materi
pelajaran.
3.CTL mengaitkan pembelajaran pada kehidupan nyata melalui pengalaman siswa;
dalam pembelajaran konvensional bersifat teoritis dan abstrak.
4.Strategi ini mengasah kemampuan berdasarkan kehidupan nyata dan pengalaman;
dalam pembelajaran konvensional bersifat teoritis dan abstrak, kemampuan
diperoleh melalui latihan.
5.Tujuan yang ingin dicapai oleh CTL adalah kepuasan diri, maka kriteria
keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar; dalam pembelajaran
konvensional tujuan akhirnya nilai.
6. CTL membangun perilaku atas kesadaran diri sendiri, misalnya siswa tidak
melakukan suatu tindakan karena ia sadar bahwa perilaku itu merugikan dan tidak
bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku siswa didasarkan
faktor dari luar dirinya, misalnya siswa tidak melakukan sesuatu disebabkan
takut hukuman.



Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu strategi dalam proses pembelajaran bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik bilamana apa yang dipelajari oleh mereka berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi
sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
2. Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti
5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat

Rangkuman
1. Di era globalisasi, pengembangan kemampuan berpikir baik itu berpikir nalar maupun kreatif merupakan hal yang tidak bisa diabaikan
2. Berpikir kreatif atau berpikir divergen (Guilford) atau berpikir lateral (De Bono), oleh utami Munandar dilukiskan sebagai kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban”.
3. Kemampuan kreatif ditandai dengan adanya: kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi.
4. Berpikir kreatif dalam pelaksanaannya melalui empat tahap berpikir, yakni persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bloomberg, M. (1973). Creativity teori and research. New Haven: Conn College& University Press

Daniel Muijs dan David Reynols. (2005). Effective teaching (avidence and practice second edition). New Delhi:

Depdiknas (2005). Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Jakarta: Depdiknas

(2005). Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Jakarta: Depdiknas.

(2003). Sistim pendidikan nasional. Jakarta: Depdiknas

Djamarah Bahri Syaiful. (2005). Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif. Jakarta: Rineka Cipta

Djohar. (2006). Guru pendidikan& pembinaannya (penerapannya dalam pendidikan dan UU guru). Yogyakarta: Grafika

Hamzah B Uno. (2008). Profesi kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

(2008). Model pembelajaran menciptakan proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Joyce dan Weil. (2000). Model of teaching. USA. Pearson Education Inc.

Munandar U.Semiawan Conny. (1992). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakrta: Grasindo

Sanjaya Wina. (2007). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Suharjo. (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar teori dan praktek. Jakarta: Depdiknas.

Trianto. (2007). Model pembelajaran terpadu dalam teori dan praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wool Folk. (1984). Educational pshycology for teachers. USA. Prentic-Hall Inc.